Sabtu, 23 Mei 2020

Kisah Haru Ibu Ajak Anak Jalan Kaki 10 Km Demi Sekeresek Beras untuk Makan, Tak Ada Uang Naik Angkot

Potret kemiskinan dan kisah haru keluarga di Cianjur, Jawa Barat ini mengundang rasa belas kasihan. 
Pasalnya, demi sekantong plastik beras, minuman dan makanan seorang ibu terpaksa membawa anak-anaknya berjalan 10 kilometer. 
Kisah haru ini dialami oleh seorang ibu bernama Imas Yani (30) yang kemudian viral dan mendapat perhatian dari anggota DPR RI Dedi Mulyadi.
 
Dedi Mulyadi mengunjungi keluarga Imas Yani di Kampung Cikanyere RT 03/04, Desa Cieundeur, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Rabu (20/5/2020) malam.
Imas Yani adalah seorang ibu yang membawa empat anaknya, tiga di antaranya balita berjalan kaki sejauh 10 kilometer untuk sekadar mengambil satu kantong keresek beras, minuman, dan makanan lainnya dari seorang dermawan di kecamatan lain, berjarak 10 kilometer dari rumahnya.
Imas Yani tak punya uang untuk naik angkutan umum.
Kisah Imas Yani dan anak-anaknya itu kemudian viral setelah diberitakan oleh tribunjabar.id.
Dedi Mulyadi tiba di kediaman Imas Yani setelah menempuh waktu 2,5 jam perjalanan dari kediamannya di Purwakarta.
Diantar warga setempat, Dedi akhirnya tiba di rumah Imas Yani di sebuah gang sempit di kampung itu.
Dedi tak kuasa menahan kesedihannya saat melihat keadaan rumah Imas Yani.
Apalagi ketika masuk ke dalam rumah kumuh dan sempit itu.
Saat Dedi tiba, lima orang anak Imas Yani tengah tertidur lelap di lantai anyaman bambu yang kotor.
Rumah yang ditempati keluarga ini pun milik orang lain. Imas Yani memiliki enam orang anak, suaminya seorang buruh tani yang saat ini menganggur.
Dedi pun berbincang dengan Imas Yani dan menanyakan kondisi kehidupannya.

Dedi Mulyadi saat mengunjungi keluarga Imas Yani di Kabupaten Cianjur, Rabu (20/5/2020) malam.
Dedi Mulyadi saat mengunjungi keluarga Imas Yani di Kabupaten Cianjur, Rabu (20/5/2020) malam. (istimewa)
Menurut Imas, ia tak punya penghasilan, makan pun seadanya menunggu belas kasihan orang.
Tiga anak yang terbesar, sampai sekarang belum sekolah karena tak ada biaya.
Dalam kesempatan itu, Dedi menyerahkan bantuan sembako dan sejumlang uang tunai.
Selain itu Wakil Ketua Komisi IV DPR RI ini juga meminta tiga anak Imas Yani yang sudah memasuki usia sekolah agar segera disekolahkan dan biayanya ditanggung oleh dirinya.
"Rumahnya kan tidak layak huni, makanya saya bantu mendirikan rumah layak huni untuk keluarga Bu Imas. Sementara suaminya kan buruh tani, dia bisa beternak.
Untuk itu saya akan sumbang hewan ternak agar dipelihara oleh keluarga ini sehingga bisa menghasilkan manfaat bagi keluarganya," kata Dedi, melalui ponselnya, Kamis (21/5/2020).

Keluarga Imas Yani
Keluarga Imas Yani (istimewa)
Imas Yani pun tak kuasa menahan haru atas kunjungan dan bantuan dari Dedi Mulyadi. Ia pun mengucapkan terima kasih dan mendokan orang yang membantunya itu.
Sebelumnya diberitakan, Imas Yani (30), warga Kampung Cikanyere RT 03/04, Desa Cieundeur, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, berjalan kaki bersama empat anaknya yang tiga di antaranya masih balita.
Alasannya, dia tak punya ongkos untuk naik kendaraan umum.
Imas berjalan kaki setelah mengambil bantuan sekeresek beras, minuman, dan makanan lainnya dari seorang dermawan di wilayah beda kecamatan yakni di kawasan Bolenglang, Kecamatan Cilaku yang berjarak sekitar 10 kilometer dari rumahnya.
Imas mengajak keempat anaknya berjalan kaki yakni Iis Samsiah (2,5), Najir (3), Anisa (4), dan Fitria (10), kembali ke rumahnya di Kampung Cikanyere RT 03/04, Desa Cieundeur, Kabupaten Cianjur.
Ditemui di sekitar Jalan Warungkondang, ketiga balitanya sudah terlihat lelah. Dua balita berjalan tanpa alas kaki.
Celananya sudah kotor karena menginjak lumpur.
Tiga anaknya bersandar ke tembok dengan kedua kaki selonjoran.
Satu orang duduk dengan memeluk kedua lutut.
Imas mengatakan, setiap tahun menjelang lebaran ia menghampiri seorang dermawan untuk mendapat beras dan minuman.

Imas Yani bersama empat anaknya beristirahat setelah mengambil sekeresek beras.
Imas Yani bersama empat anaknya beristirahat setelah mengambil sekeresek beras. (Tribun Jabar/Ferri Amiril Mukminin)
Ia mengaku tak mendapat bantuan bagi warga terdampak Covid-19 dari pemerintah.
"Saya tidak dapat bantuan Covid-19, Pak. Sudah setiap tahun saya seperti ini berjalan kaki ke rumah Bu Haji," kata Imas.
Imas mengaku masih mempunyai suami, namun saat ini tak bekerja. Imas mengatakan ia juga tak berdaya mengurus anak-anaknya yang masih kecil.
Karena keresek barang bawaannya cukup banyak, Imas membiarkan anak-anaknya berjalan mengikutinya di pinggir 

Rabu, 20 Mei 2020

Wahai Istri Ketahuilah... Jika Istri Ikut Mencari Nafkah, Suami Sering Lupa Akan Kewajibannya

 Istri tidaklah memiliki tanggung jawab mencari nafkah, melainkan suamilah yang mengemban penuh kewajiban tersebut (mencari nafkah) untuk keluarga.

Apabila suami lalai dengan sengaja, maka beberapa ulama menggolongkan kelalaiannya termasuk dalam dosa besar.

“… dan kewajiban ayah memberi makanan dan pakaian kepada istrinya dengan cara ma’ruf …” (QS. al-Baqarah: 233)

“Bertakwalah kepada Allah pada (penunaian hak-hak) para wanita, karena kalian sesungguhnya telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Kewajiban istri bagi kalian adalah tidak boleh permadani kalian ditempati oleh seorangpun yang kalian tidak sukai. Jika mereka melakukan demikian, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti. Kewajiban kalian bagi istri kalian adalah memberi mereka nafkah dan pakaian dengan cara yang ma’ruf.” (HR.Muslim)

Akan tetapi, fakta di lapangan tak sedikit istri yang di samping menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga, juga ikut berkontribusi menjadi asisten suami sebagai pencari nafkah.
Di luar tugasnya mengurus rumah, yaitu dengan mencari pendapatan tambahan untuk mencukupi kebutuhan suami dan anak-anaknya. Misalnya; membuka warung nasi, pedagang kelontong, menerima pesanan kue, jualan online, dan sebagainya.

Dalam Islam, hukum istri yang bekerja tidaklah wajib, jika itu dilakukan istri pun juga tidaklah dilarang, dalam artian diperbolehkan asalkan memenuhi adab-adab yang Islami.

Namun, kerap kali ketika istri ikut berperan mencari nafkah, dan apalagi jika usaha yang dilakukan istri terlihat lancar dan menghasilkan, suami justru menjadi lengah, leha-leha, berpangku tangan, lupa pada kewajiban utama sebagai kepala rumah tangga yakni menafkahi keluarga.

Melingkupi; mencukupi kebutuhan dapur, membiayai sekolah anak, dan keperluan remeh-temeh lainnya.

Suami menganggap istri telah memiliki pendapatan sendiri, sehingga merasa tidaklah perlu lagi memberikan uang untuk membeli keperluan rumah tangga, biaya pangan, urusan sekolah anak, membayar tagihan listrik, dan lain sebagainya.

Selanjutnya, lebih menyerahkan tanggung jawabnya kepada istri, meskipun tidak disampaikannya secara verbal.

Terkadang suami bersikap abai dengan sengaja membiarkan istri mencukupi segalanya, sampai-sampai suami tak sedikitpun memberi hasil kerjanya pada istri dengan pertimbangan bahwa istri sudah mencukupinya.

Sedangkan suami lebih mempergunakan pendapatan (uang) yang menjadi hak keluarga, untuk kepentingan pribadinya atau kalau tidak, akan mengatur sesuai keinginannya.

Sahabat Ummi, jika istri memiliki pendapatan sendiri dengan usaha yang dilakukannya, bukan berarti suami dibolehkan meninggalkan kewajiban yang sudah seharusnya ditunaikan.

Kecuali, jika memang ada sebab musabab yang menjadi alasan suami tidak mampu mencari nafkah sebagaimana yang seharusnya dikerjakan, contohnya suami sakit.

Tak jarang ada beberapa istri yang mengeluh dan merasa keberatan dengan langkah atau tindakan suami yang demikian.

Tatkala ia (istri) berniat mencari uang tambahan untuk membantu meringankan beban kewajiban suami, justru suami bukan semakin gigih dalam bekerja, agar tercipta berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Namun, lebih ke pengharapan, —toh istri sudah memenuhi semua kebutuhan keluarga, jadi gak perlu disodori uang lagi. Alhasil, istri menanggung semua urusan makan, pakaian, iuran, dan sebagainya.

Sahabat Ummi, dalam Islam uang yang didapatkan istri dari hasil keringatnya sendiri merupakan hak miliknya pribadi.

Suami tak memiliki hak untuk ikut menikmati atau menggunakannya, kecuali atas izin dan keridhoan/keikhlasan istri.

Jadi, jika istri ikut menjadi tulang punggung keluarga,  suami tetap berkewajiban memberikan nafkah kepada istri, bukan ikut menikmati hasil jerih payah istri tanpa mempermasahkan, sebab istri adalah miliknya.

Istri adalah hak suami, namun harta hasil kerja istri bukanlah milik suami. Jika istri ikut berperan membantu suami, sudah semestinya suami tetap pada kewajibannya, dan akan lebih baiknya suami semakin menguatkan eksistensinya dalam bekerja agar mendapatkan perolehan yang maksimal.

Dengan harapan, semua kebutuhan keluarga tercukupi tanpa istri harus ikut bersusah payah menjalankan dua fungsi sekaligus, yakni mengurus keluarga serta pencari nafkah.

Sumber: ummi-online.com